Lereng muria – Tahun 1984, ketika itu penulis masih duduk di kelas 4 SD. Penulis berdomisili di Dukuh Wonosemi Desa Semirejo Kecamatan Gembong Kabupaten Pati. Tetapi penulis bersekolah di Dukuh Tambakmijen Desa Wonosekar kecamatan yang sama. Hal itu karena lokasi rumah berdekatan dengan SD tersebut yaitu SDN Wonosekar.
Salah satu hobi penulis adalah membaca. Pada waktu itu, penulis disuruh oleh Ibu Hartini (guru Bahasa Indonesia) untuk mengambil buku di perpustakaan sekolah. Karena penulis menyukai cerita perjuangan pahlawan, maka salah satu buku yang penulis ambil berjudul “Untuk Kemerdekaan” terbitan Kurnia Esa Jakarta tahun 1978. Buku tersebut diperbolehkan dibaca di rumah, dan pada minggu berikutnya diperintahkan untuk bercerita di depan kelas.
Setelah dibawa pulang, buku fiksi tersebut penulis baca sampai halaman terakhir. Tibalah waktunya untuk menceritakan isi buku fiksi perjuangan rakyat. Ternyata teman penulis tidak ada yang bersedia menceritakan buku bacaannya. Maka penulis memberanikan diri untuk bercerita di depan kelas.
Buku “Untuk Kemerdekaan” ini berlatar belakang Kota Surabaya pada tahun 1945. Tersebutlah anak yatim piatu bernama Jamin dan memiliki kakak laki-laki bernama Jaka. Ketika Jepang menyerah dari Sekutu, Jaka ikut berjuang merampas senjata pasukan Jepang.
Dalam salah satu bagian ceritanya, Jamin yang bersenjatakan ketapel melumpuhkan tentara Jepang dengan menggunakan senjata tersebut. Batu isi ketapel mengenai mata kanan tentara Jepang.
Ketika berkobar Perang 10 November di Surabaya, Jamin mencari kakaknya diberbagai markas para pejuang. Sambil bertanya apakah kakak Jamin yang bernama Jaka ada di tempat tersebut. Salah satu pejuang menjawab bahwa di markas ini banyak terdapat laki-laki bernama Jaka. Ada Jaka Mahardika, Jaka Prihatin dan lain-lainnya. Jamin tidak tahu nama lengkap kakaknya. Yang dia tahu kakaknya bernama Jaka. Jamin masih mencari diberbagai tempat di sudut Kota Surabaya tetapi tidak menemukan juga. Pada akhirnya Jamin pulang putus asa, dalam hatinya berfikir bahwa kakaknya gugur dalam medan perang ketika menghadapi tentara Inggris.
Suatu ketika perang sudah reda, tiba-tiba datanglah sebuah mobil jeep di depan rumah Jamin. Turunlah pemuda gagah berbaju, berikat kepala merah putih dan memanggul senapan keluar dari dalam mobil jeep tersebut. Ternyata itulah kakak Jamin yang bernama Jaka. Jamin langsung memeluk kakaknya, begitu juga Jaka. Maka keduanya saling berpelukan dan Jamin pun menangis bahagia, kakaknya yang dikira sudah gugur di dalam medan pertempuran ternyata masih hidup.
Buku karya Darto Singo ini memang sangat berkesan di hati penulis, sehingga mampu menceritakan isinya panjang lebar dengan durasi waktu 30 menit. Ketika penulis bercerita, beberapa kakak kelas ikut mendengarkan juga dari luar ruangan. Penulis semakin
bersemangat untuk bercerita lagi.
Pada waktu itu guru kelas 4 adalah Bapak Marjan dari Dukuh Serut Desa Kedungbulus Kecamatan Gembong juga. Sampai saat ini (tahun 2024) Ibu Hartini dan Bapak Marjan masih hidup, walaupun sudah tua. Mungkin usia beliau berdua sudah 80-an tahun. Sedangkan penulis baru berumur 51 tahun. Semoga beliau berdua tetap sehat.
Itulah yang dapat penulis kenang tentang Hari Pahlawan 10 November dan Buku “Untuk Kemerdekaan” hasil karya Darto Singo orang tua kandung dari penyanyi Anggun Cipta Sasmi yang mampu go internasional itu. Buku itu serasa kemarin penulis baca, padahal sudah 40 tahun yang lalu. Begitu dalamnya masuk dalam hati penulis. Itulah salah satu kelebihan Darto Singo yang mampu membawa alam pikiran pembaca mengikuti alur cerita yang heroik nan romantis. Selamat Hari Pahlawan 2024.
Penulis:Eko W. (Praktisi pendidikan tinggal di Pati)
editor:amt