Lereng muria – Awal Oktober 2024 mendatang ketiga anak saya Lintang, Langit dan Angkasa bersiap mengikuti Kejuaraan Kabupaten (Kejurkab) Pencak Silat tingkat Kabupaten Pati. Lintang tampil di kategori dewasa putra, Langit dan Angkasa turun di kategori pra remaja.
Ketiganya tekun berlatih sembari memantau berat badan. Ternyata Angkasa berat badannya sudah sesuai dengan kelas yang tempati yaitu kelas G putra dengan berat badan 48-51 kg. Sedangkan Lintang tampil di kelas B dewasa dengan berat badan 50-55 kg. Sementara itu Langit yang memilki badan lebih gemuk harus berjuang di kelas H putra dengan berat antara 51-54 kg. Sedangkan sekarang Langit memiliki berat badan 57,5 kg. Jadi harus diturunkan sekitar 3,5 kg agar dapat tampil di Kejurkab tersebut.
Berbagai cara dilakukan dalam rangka menurunkan berat badan supaya tampil ideal di kelas H putra. Diantaranya adalah mengurangi nasi sebagai makanan utama. Akhirnya nasi diganti ubi ungu. Dipilihnya ubi ungu ini karena lebih mudah ditelan dan tidak melambat di kerongkongan. Selain itu cocok sebagai pengganti nasi. Dua hari sekali direbuskan ubi ungu tersebut dengan jumlah yang cukup untuk menggantikan energi dari nasi.
Ketika saya ikut mencoba merasakan nikmatnya ubi ungu, terkejut sekali. Ketika saya telan, ternyata rasanya tidak manis lagi dan berakhir dengan rasa pahit sekali. Ternyata ubi ungu tersebut sudah boleng atau ada bintik-bintik hitam pertanda sudah diserang penyakit. Sehingga ubi ungu berbintik hitam itu menjadi pahit. Rasanya seperti minum jamu tradisional Jawa pada waktu kecil dulu. Ternyata makan ubi ungu kok rasanya pahit seperti minum jamu yaa. Hehehe.
Niatnya mau menikmati manisnya ubi ungu berubah menjadi sepahit jamu. Sampai gaber-gaber rasanya. Dan yang paling parah warna bintik hitam tidak kelihatan karena tersamarkan oleh ungunya umbi. Sehingga langsung terkunyah oleh gigi di mulut dan tertelan lagi. Dan pahit deh, sepahit jamu.
wartawan:ek
editor:amt