Lereng Muria – Istilah Dewi Sri sering kita dengar dalam cerita pewayangan, mantra Jawa saat ritual memanen padi dan kepercayaan Agama Hindu. Agama Hindu menyebut Dewi Sri sebagai Sri-Lhaksmi sebagai istri dari Dewa Wisnu. Peranan Dewi Sri di daerah agraris berhubungan langsung dengan bercocok tanam. Dewi Sri dikenal sebagai Dewi Kesuburan dan Kemakmuran. Upacara pemujaan ditujukan kepada Dewi Sri agar mendapatkan kemakmuran, kesuburan,hasil panen dan kekayaan yang melimpah.
Pemujanya adalah para petani, pedagang dan masyarakat agraris pada umumnya. Arca Dewi Sri seperti yang tersimpan di Museum Jawa Tengah Ronggawarsita Semarang memiliki bentuk sebagai berikut, duduk di atas padmasana, bertangan 4, tangan kanan sikap waramudra dan memegang sesuatu obyek, tangan kiri memegang setangkai padi dan tangan kiri lainnya diletakkan di atas paha. Mengenakan mahkota Kirita-Mukuta pada bagian dada diberikan ikat(kucabhanda). Lengan dihiasi keyura (kelat bahu), kankana (gelang) berbentuk tali polos melingkar di pergelangan tangan, leher dihiasi seuntai kalung mutiara. Di daerah Madiun dan Gunung Semeru banyak dijumpai bangunan batu kecil-kecil yang disebut lumbung dengan atapnya dijumpai tulisan “cri” dan gambar cangka (salah satu atribut Dewa Wisnu). Kemungkinan bangunan ini digunakan untuk pemujaan Dewi Sri. Berbeda dengan di daerah Pati dan sekitarnya istilah Dewi Sri disebut ketika prosesi atau ritual memulai panen padi atau “wiwit”. Dewi Sri ini disebut dalam mantra pemujaan pada saat memulai panen padi yang sudah menguning dan bernas atau berisi penuh butirannya. Ini kemungkinan ada hubungannya arca Dewi Sri yang memegang padi pada tangan kirinya, bahkan Dewi Sri ini juga dianggap sebagai Dewi Padi bagi masyarakat Jawa. Semua itu bertujuan untuk pemujaan Dewi Sri yang sudah memberikan kesuburan dan kemakmuran.
Penulis: Eko Wahono
Editor:Lin