Logo Lerang Muria Baru 500px Hitam

KUALAT LHOO, TAK HARGAI MEDALI

Ilustrasi medali dalam kejuaraan pencak silat IAIN Wali Songo Semarang
Ilustrasi medali dalam kejuaraan pencak silat IAIN Wali Songo Semarang

Lereng muria –      Setiap perjuangan seorang atlet di dunia olahraga salah satunya adalah menargetkan sebuah prestasi. Apakah target tersebut terpenuhi atau tidak, banyak faktor yang berpengaruh. Diantaranya proses latihan, peralatan, psikis, pelatih, keberuntungan dan lain sebagainya.

Sebagai wujud penghargaan sebuah prestasi adalah sekeping medali yang menggantung di leher sang atlet. Medali tersebut berupa emas, perak atau perunggu. Salah satu atlet pemburu medali adalah tim pencak silat SH Terate SMAN 3 Pati.

Pada tahun 2012, tim pencak silat SMAN 3 Pati mengikuti Kejuaraan Pencak Silat Rektor Cup IAIN Wali Songo Semarang (sekarang UIN Wali Songo). Satu tim beranggotakan 8 atlet disesuaikan daya muat mobil sekolah yang mengantarkannya. Mulai aktif mengikuti Rektor Cup tahun 2009 sampai 2018.

Pada pagelaran tahun 2012 tersebut hanya mampu meraih 2 medali perunggu. Betapa berat dan sulitnya meraih medali pada tahun itu. Setiap kali atlet bertanding banyak yang kalah. Bahkan merasa iri dengan kemampuan atlet dari kabupaten lain.

Pada hari terakhir (Minggu siang) berlangsung babak final di dalam aula. Karena tidak ada atlet dari SMAN 3 Pati yang masuk final, maka semua anggota tim di luar gedung dan tidak ikut menyaksikan pertandingan. Kami berada di sebelah kanan dari aula. Sorak sorai suporter terdengar dengan jelas bahwa pertandingannya berlangsung sangat ketat dan ramai. Dan pastinya teknik tinggi yang berkualitas ditunjukkan di sana.

Pada waktu itu final laga putra atlet dari Pemalang melawan atlet salah satu perguruan yang berasal dari kabupaten di Pantura. Dan ternyata, hasilnya dimenangkan oleh atlet Pamalang. Kekecewaan ditunjukkan oleh atlet, pelatih dan suporter sakah satu perguruan di Pantura tersebut. Ketika acara pengalungan medali, hampir saja mogok kalau tidak dibujuk oleh pelatih perguruan yang paling senior. Akhirnya hadir juga dalam acara pengalungan medali meskipun dengan wajah tanpa senyum, cemberut dan masam.

Setelah sampai di luar gedung, atlet laga berjenis kelamin putra tersebut melemparkan medali peraknya di lantai beraspal. Dengan menggunakan tongkat, medali tersebut didorong dengan kasar (dicutik). Seakan-akan tidak menghargai jerih payahnya sendiri, proses latihan dan perjuangan untuk mencapai medali perak itu.

Kami tim SMAN 3 Pati hanya diam dan memandang tingkah laku aneh dari atlet tersebut. Dalam hati kami bergumam, dengan bercucuran keringat dan air mata ini kami hanya mendapatkan 2 medali perunggu. Sedangkan ada yang mendapat medali perak kok disia-siakan. Ibaratnya membuang nasi dihadapan orang yang kelaparan. Ada perasaan sedikit “tersakiti” oleh tingkat laku atlet tersebut. Yaa Allaah kok tidak bersyukur yaa.. Kapan barokahnya Diiik..

Semua berlalu seiring perjalanan waktu. Pada pagelaran tahun 2018, tim SMAN 3 Pati meraih juara umum 1 untuk remaja dan merebut pesilat terbaik atas nama Agil Meilana dalam even yang sama. Pada akhirnya tahun 2021-2024, prestasi atlet-atlet dari kabupaten di Pantura tersebut menurun drastis bahkan nama perguruaan atlet tadi juga kurang maksimal prestasinya.

Apakah itu kualat karena menyia-nyiakan medali? Tidak harus berfikir sejauh itu, tetapi paling tidak menjadi seorang atlet harus berjiwa besar dan menerima kekalahan dengan jiwa sportif. Paling tidak ada rasa syukur atas semua kenikmatan dan kesehatan yang diberikan oleh Allaah.

Semoga kejadian tersebut menjadi pengingat bagi atlet untuk senantiasa bersyukur dan menghargai karunia Allaah. Siapa yang mau bersyukur maka Allaah akan menambah nikmat itu. Alhamdulillaah.

wartawan:ek

editor:amt

Spesial Produk Kopi

Berita Lainnya