Lereng Muria – Kami tinggal di Kota Pati Bumi Mina Tani. Menjelang liburan Tahun Baru Imlek kami sekeluarga berkunjung ke rumah Blora, Kelurahan Punggursugih Kecamatan Ngawen tempat tinggal ibu mertua dan adik ipar. Perayaan Tahun Baru Imlek bagi Keluarga Tionghoa tidak bisa lepas dari budaya asli leluhur mereka diantaranya barongsay, lontong cap go meh,pakaian warna merah khas Imlek, ang pao, kumpul bersama keluarga besar dan lain sebagainya.
Tak terlupakan kue keranjang yang keberadaannya bersamaan dengan Tahun Baru Imlek. Pada hari Minggu 22 Januari 2023 kami sekeluarga dikunjungi oleh seorang bapak dan seorang gadis dari Etnis Tionghoa. Seorang gadis berambut lurus dan bermata sipit tersebut merupakan mantan murid adik ipar sekitar tahun 2017. Waktu itu masih kelas 9 SMP. Setelah mengucapkan salam yang ditanyakan langsung tentang Pak Alif (adik ipar saya). Berhubung Pak Alif di rumah sakit,sang tamu langsung mohon diri sembari memberikan sesuatu kepada kami seraya memperkenalkan dirinya. Gadis itu bernama Sellia. Sellia mohon diri bersama bapaknya berjalan keluar meninggalkan pekarangan rumah kami sembari menuju mobil yang diparkir depan rumah. Begitu sang tamu berlalu, sesuatu yang dibungkus plastik hitam kami buka. Ternyata isinya mengejutkan kami, “kue keranjang”, makanan khas Tahun Baru Imlek yang melegenda. Ada 3 buah kue keranjang berbentuk bundar yang berwarna merah, hijau dan coklat yang dibungkus plastik transparan. Pak Alif menuturkan bahwa setiap Hari Raya Fitri dan Tahun Baru Imlek, Sellia pasti mengirim bingkisan untuk keluarganya. Bahkan sampai sekarang walaupun sudah jadi mahasiswi di Yogyakarta kebiasaan berbagi masih dilanjutkan. Sellia adalah gadis Tionghoa yang tinggal di Kelurahan Ngawen,Kecamatan Ngawen,Blora. Orang- orang sering menyebut ayah Sellia dengan sebutan China Jepon, padahal tinggalnya di Ngawen. Ada yang tersirat dalam pemberian kue keranjang tersebut. Yang pertama rasa berbagi dari Keluarga Sellia kepada keluarga kami. Walaupun kami tidak begitu menyukai kue tersebut,apalagi anak-anak. Meskipun demikian kue tersebut kami bawa pulang ke Pati. Hujan rintik-rintik ketika Sellia dan bapaknya ke rumah kami. Ini menunjukkan keseriusan,ketulusan hati dalam menyambung tali silaturahmi terhadap keluarga kami. Dengan adanya kue keranjang itu ingatan tentang keluarga Sellia terbuka kembali dan mengingatkan kita akan ketulusan hatinya. Memang benar, kue kranjang pengikat persaudaraan. Andaikan tidak ada kue keranjang maka lambat laun keberadaan keluarga Sellia akan terlupakan di benak keluarga kami.
Wartawan :Ek
Editor : Lin