Lereng Muria – Nyadran (Bahasa Jawa) merupakan istilah yang tidak asing lagi di telinga kaum Islam di Indonesia terutama di Pulau Jawa. Nyadran diartikan kegiatan ziarah kubur, mendoakan leluhur dan membersihkan makam orang tua, kakek- nenek dan kerabat yang sudah meninggal dunia pada bulan Ruwah sebelum Ramadan atau puasa.
Nyadran merupakan kegiatan sarana untuk tilik kubur dan tilik sedulur. Tilik kubur maksudnya ziarah kubur ke makam orang tua, sanak saudara dan leluhur yang sudah meninggal. Dalam acara ziarah kubur tersebut juga diadakan tabur bunga. Maka istilah ziarah kubur sering disebut “nyekar” (Bahasa Jawa). Juga membersihkan nisan dari makam leluhur dalam bentuk mencabuti rumput, ilalang, lumut dan lain sebagainya. Selain tilik kubur, nyadran juga sarana untuk tilik sedulur atau silaturahmi ke saudara dekat atau para orang tua yang masih hidup. Tilik sedulur ini dalam bentuk berkunjung ke rumah saudara untuk sekedar melepas kerinduan. Hal ini dilakukan apabila leluhurnya berada di tempat yang jauh atau minimal antar kabupaten. Seperti yang diungkapkan oleh Juwita perempuan asli Blora yang berdomisili di Kota Pati. “Kami sekeluarga nyadran di Punggursugih, Ngawen, Blora. Ziarah kubur juga di Punggursugih dan keluarga berada di sana. Jadi kami silaturahmi dengan kerabat yang ada di sana,”tutur Juwita ketika diwawancarai Lerengmuria.com. Nyadran memang sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa lepas dari ibadah puasa. Kebiasaan ini semakin berkembang di pedesaan di Pulau Jawa karena memang sudah mengakar sebagai adat budaya yang dilestarikan oleh masyarakat.
Wartawan : Ek
Editor : Linn