Lereng Muria – Sego Pedes, Tempe Semangit, Tempe Pedes. Adalah sebutan salah satu kuliner yang berada di Desa Jontro, Kecamatan Wedarijaksa, Kabupaten Pati . Asal-usul dari mana datangnya kuliner yang ramai ini, juga belum ditemukan dengan pasti. Tetapi yang pasti, kepopuleran tempe pedes ini tak kalah dari kuliner Pati lainnya. Bagaimana tidak? Cita rasa tempe pedes yang khas dan lezat, dengan patokan harga yang begitu miring, membuat tempe pedes tak pernah sepi peminat.
Tempe Pedes sendiri bukan hidangan yang memerlukan banyak bumbu, waktu, ataupun rahasia yang ini itu. Bahkan kalian tak perlu repot-repot mengelilingi pasar hanya untuk beberapa bahan masak. Dengan satu bahan dasar, yaitu tempe, kalian bisa dengan mudah membuatnya. Dibumbui dengan bawang merah, bawang putih, kemiri, gula dan garam. Diguyur dengan kentalnya santan kelapa. Ditambah dengan perpaduan harumnya serai, daun salam dan daun jeruk. Kalian sudah bisa menikmati kelezatan tempe pedes khas Jontro. Bila di warung, biasanya ditemani dengan lauk lainnya seperti telur bacem, rempeyek, tempe goreng.
Dibalik kaleng khong guan, pasti ada rengginang. Begitu pula dengan tempe pedes. Dibalik banyak yang suka, pasti ada yang membenci. Tetapi ini bukan perkara besar. Hampir mirip dengan permasalahan durian, natto, mint chocolate ice cream, dan sebagainya. Alasan yang paling utama, biasanya karena, “Tempe bosok kok dimasak!”. Atau dalam Bahasa Indonesia artinya “Tempe busuk kok dimasak!” . Ya, mungkin akan ada yang terkejut mendengar ini. Tidak salah kok yang mereka ucapkan, hanya kurang tepat. Cita rasa khas tempe pedes, didapatkan pada tempe yang “semangit” yang artinya tengik. Bukan busuk, tetapi terlalu lama difermentasi. Menjadikan tempe lebih lunak dan memiliki bau tengik serta amonia. Dilansir dari Kompas.com, Ahli Gizi Laili Rahmawati menjelaskan bahwa tempe bosok merupakan tempe yang mengalami over fermented atau fermentasi lanjutan. Menurutnya tempe yang mengalami fermentasi lanjutan masih dikatakan layak untuk dikonsumsi dalam rentang waktu 2 x 24 jam setelah tempe setelah tempe segar dibeli. Di Jawa sendiri, justru tempe busuk merupakan salah satu penyedap alami yang memberikan rasa “umami” pada masakan tertentu.
Tempe Pedes sudah menjadi “comfort food” masyarakat. Tak hanya dari Desa Jontro, tetapi dari desa lainnya. Mulai dari pagi, siang, hingga menjelang pagi tiba kembali. Warung tempe pedes bak bergantian shift, silih berganti untuk melayani para pelanggan yang ingin mengisi perutnya. Sekali lagi, Tempe pedes ini murah dan enak. Tak ayal banyak sekali peminatnya, termasuk Ayah saya sendiri. Ayah tahu tempat nasi tempe pedes mulai dari yang enak, yang penjualnya judes, bahkan yang buka saat jam sebelas malam. Hanya dengan naik motor sebentar, dengan mengantongi uang dua puluh ribu (itu saja bisa ada kembalian kalau tidak kalap lauk). Perut kenyang dengan hati yang gembira hingga ke binaria.
Penulis: Rona Putri, SMAN 3 PATI
Editor : Linn