Lereng Muria – Pada sekitar tahun 1998, Wahid menjadi Guru Tidak Tetap (GTT) atau honorer di sebuah SMA negeri di Kabupaten Pati. Wahid merupakan lulusan perguruan tinggi negeri keguruan di Kota Semarang.
Berkali-kali mengikuti tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Pada tahun 2000 orang tua dari Wahid yaitu Bapak Rohmad yang berdomisili di Gembong Kabupaten Pati mengucapkan nadzar atau ujar (bahasa Jawa). Nadzar tersebut berbunyi kurang lebih sebagai berikut, kalau anaknya yang bernama Wahid menjadi PNS maka sekeluarga akan ziarah atau nyekar (bahasa Jawa) ke makam Sunan Muria dan Syech Jangkung atau Saridin. Makam Sunan Muria berada di Colo Kudus dan makam Saridin berada di Kayen Pati.
Waktu berlalu sesuai dengan perputarannya, setiap manusia menjalani kodratnya masing-masing. Tahun 2002, Wahid menikah dan 2003 memiliki anak yang pertama. Tahun 2003 itu pula Wahid diterima sebagai Guru Bantu program dari Presiden SBY kala itu.
Waktu berlalu serambi menjalani hidup sebagi Guru Bantu dan GTT di berbagai sekolah negeri yang lain. Tahun 2005 Wahid ikut seleksi CPNS dan lolos. SK CPNS diterima pada tahun 2006.
Kehidupan berjalan seperti biasa dan dijalaninya dengan berbagai kesibukan sesuai tugas sebagai guru. Pada tahun 2012, Bapak Rohmad cerita kepada Wahid bahwa di rumahnya di Gembong didatangi ular weling. Ular tersebut tiba-tiba saja sudah ada di dalam rumah. Dianggap hal yang biasa, ular weling tersebut diusir dengan kayu.
Setelah mendengar cerita ayahnya, Wahid berpikiran berbeda. Wahid masih ingat ucapan ayahnya tahun 2000 yang lalu. Tanpa berpikir panjang, Wahid mengadakan kegiatan ziarah ke makam Sunan Muria dan Syech Jangkung pada tahun 2012 bersama keluarga besarnya.
Ini wujud dari menepati janji dari keluarga Wahid ketika diingatkan oleh hadirnya ular weling sebagai pengingat atau piweling. Setelah nadzar ditepati atau dilaksanakan, tidak ada lagi ular weling yang masuk rumah Bapak Rohmat. Ini pertanda nadzar sudah dijalankan dengan baik walaupun sedikit terlambat, sampai diingatkan oleh hadirnya ular weling.
Ini adalah salah satu kearifan lokal yang berkembang di masyarakat Jawa dan menjadi pengingat setiap janji penting yang sudah diucapkan. Ingat, janji adalah hutang. Yang harus dibayar atau ditepati.
Wartawan ek
Editor amt