Lereng muria – Kehidupan masyarakat akan diwarnai oleh tradisi yang berkembang. Tradisi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya letak geografis, keyakinan, tingkat pendidikan dan lain sebagainya.
Salah satu tradisi yang berkembang di masyarakat Jawa adakah “mancing”. Tradisi mancing tersebut bukan berarti memancing ikan, belut, ular apalagi keributan. Tetapi memancing rejeki atau keberuntungan dalam kehidupan. Apa saja yang dipancing dalam tradisi tersebut? Diantaranya agar memperoleh anak bagi yang belum memiliki keturunan, agar memiliki mobil bagi yang belum mampu membelinya dan lain sebagainya.
Budaya mancing ini pernah dilakukan oleh Agatha (36 tahun) seorang guru yang tinggal di Pati. Agatha mancing agar diberikan keturunan dengan cara mengambil anak angkat saudaranya. Setelah anak angkat berusia 4 tahun, Agatha dikaruniai anak pertama sampai ketiga.
Ternyata tidak semua orang berhasil dengan model tradisi mancing tersebut. Salah satunya adalah Jumiati (51 tahun) dari Blora gagal memperoleh keturunan meskipun sudah mengambil anak angkat.
Wahid (52 tahun) dari Pati berbeda ceritanya. Sebelum memiliki mobil, Wahid membeli pompa elektrik dan membangun garasi. Selang 10 tahun berhasil membeli mobil Xenia warna silver terbitan tahun 2017. Walaupun mobil tidak buka bungkus atau baru, tetapi perlu disyukuri karunia dari Tuhan Yang Maha Kuasa tersebut.
Tradisi mancing ini merupakan usaha batin dari masyarakat Jawa atas segala keinginan dengan keterbatasan yang ada. Tradisi mancing adalah doa positif, keinginan, hasrat, kemauan dan cita-cita oleh masyarakat Jawa yang masih berlangsung sampai sekarang. Dikabulkan atau tidaknya tergantung dari kehendak Tuhan dan kemantapan usaha yang memiliki hajat.
Wartawan:ek
Editor:amt




